GUGATAN PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS ( PT)
Kantor Hukum J. Panggabean & Partners merangkum bahan bacaan ini untuk dapat digunakan bagi para Pencari Keadilan khususnya para pemegang saham di perseroan terbatas (PT). Atau untuk menambah wawasan bagi para akademisi maupun mahasiswa.
Dalam hal terjadinya kerugian, Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) telah memperbolehkan pemegang saham untuk menggugat. Terdapat dua kategorisasi gugatan yaitu yang ditujukan khusus kepada Perseroan (Gugatan Perseroan) sebagai badan hukum (Pasal 61 UUPT) dan yang ditujukan kepada Direksi dan Komisaris (Gugatan Derivatif) karena jabatannya (Pasal 97 ayat 6 dan Pasal 114 ayat 6 UUPT). Yang berbeda antara kedua gugatan itu adalah ketentuan tentang presentase para pemegang yang berhak menggugat. Kedua gugatan ini sama-sama diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) dimana gugatan perusahaan dapat diajukan oleh setiap pemilik saham yang sah, dan sementara itu gugatan derivatif hanya dapat dilakukan dengan syarat 1/10 (satu persepuluh) yang dapat mengajukannya. kedua hak di atas maka pemegang saham dapat menuntut pertanggung-jawaban perusahaan karena keputusan RUPS, Direksi dan/atau Komisaris yang terdapat kesalahan atau kelalalainnya dan pemegang saham juga berhak menuntut Direksi atau Komisaris apabila terdapat kesalahan atau kelalalain yang telah menyebabkan kerugiannya Perseroan. Namun, apakah dengan ketentuan kedua ini dapat memperjuangkan hak-haknya di Pengadilan Negeri? Mungkinkah itu?
Dalam tataran normatif jelas bahwa pemegang saham telah dilindungi dengan diberikan haknya untuk menggugat, namun apabila substansi yang telah diaturnya dalam UUPT itu dikaji lebih dalam. Pasal 61 UUPT, sesungguhnya, adalah ketentuan penting dalam memperjuangkan hak-hak pemegang saham minoritas, namun terhadap pasal ini ketidakjelasan tentang arti “tidak adil” dan “tanpa alasan wajar”. Sekilas sepertinya tidak terdapat hal-hal yang dipermasalahkan, tetapi bila dipahami substansinya dapat dipertanyakan. Penjelasan hal ini berimplikasi kepada sulitnya pemegang saham minoritas dalam mencari dasar pembenaran Ketidakpastian gugatanya. Seperti Kriteria apakah termasuk kategori yang dirugikan itu ? Berapa nilai kerugian yang masuk dan dapat dijadikan dasar gugatan pemegang saham minoritas terhadap perseroan. Hal yang sama juga untuk arti tidak adil dan tanpa alasan yang wajar tentang maksudnya bagaimana. Kata keduanya mengandung makna subyektif, sehingga mengkualifikasikannya tidak mudah. Hal ini, dikarenakan masalah tidak adil dan tanpa alasan yang wajar itu tidak bergantung pada siapa pun yang menilainya. Penilaian pemegang saham dengan perusahaan, Direksi dan Komisaris akan berbeda terhadap arti yang tidak adil dan tanpa alasan yang wajar. Ketidaksamaan menurut definisi dan kriteria menjadikan sulit bagi pemegang saham membuat alasan gugatannya, sehingga tidak mudah memperjuangkan di PN nantinya.
Hal yang sama juga dengan Pasal 97 ayat 6 dan Pasal 114 ayat 6 UUPT yang artinya, khususnya menghadapi apakah menghadapi “kesalahan atau kelalalain” telah menimbulkan “kerugian”. Patut mempertanyakan apa yang menyalahkan kesalahan atau kesalahan itu ? Dalam batasan dan kriteria bagaimanakah Direksi atau Komisaris termasuk telah menimbulkan kerugian terhadap perseroan. Kejelasan ini menjadi penting, karena kegagalannya mengakibatkan kekaburan atau kesulitan dalam usaha pemegang saham menggugatnya. Termasuk juga berapakah nilai kerugian tersebut jumlahnya berapa. Di dalam jumlah terbatas tidak terbatas berapakah kerugian atau kerugiannya yang dapat menjadi rujukannya dalam penanganan kasus ini di PN. Urgensi masalah menjadi mendesak untuk diperjelas karena gugatan ini termasuk ranahnya Hukum Perdata dimana nilai kerugian itu harus menghitung berapanya. Sulitlah bila gugatan pemegang saham minoritas kepada tergugat tidak tahu berapa atau jumlah kerugian yang diakibatkan oleh keputusan Direksi atau Komisaris yang menjadi penyebabnya. Patut juga dipertanyakan menilai yang harus menilai kerugian tersebut apakah penilaian independen yang ditujuk perusahaan atau PN yang menentukannya. Dengan demikian inti permasalahan keseluruhannya disebabkan oleh ketidakjelasan Pasal 97 ayat 6 dan Pasal 114 ayat 6 UUPT awal mulanya. Sesungguhnya, masalah ini adalah substansi utama untuk menggugat Direksi atau Komisaris, karena yang diaturnya terlalu umum dan tidak jelas arahnya bagaimana kehendak pembentuk UUPT itu sendiri.
Berangkat dari realitas kelemahan substansi ketidakjelasan Pasal 61 UUPT dan Pasal 97 ayat 6 dan Pasal 114 ayat 6 UUPT tergambarlah tidak mudahnyapemegang saham hak-haknya di PN. Yang jelas, secara normatif pemegang saham dapat menggugat perusahaan dan direksi terhadap kerugian yang ditimbulkannya dan mengakibatkan kerugian perusahaan, tetapi mungkinkah pemegang saham dapat memperoleh keputusan PN sebagaimana yang dicita-citakan dalam gugatannya itu tanya besar. Hal ini, karena para pemegang saham untuk melakukannya di PN yang membutuhkan usaha-usaha yang luar biasa dengan mana pemegang saham atas dana dan pengetahuan juga tidak selalu mencukupi. Dengan kata lainlah, jalan terjal masih di depan mata untuk pemegang saham (khususnya yang minoritas) di dalam gugatannya. memaksakanlah selalu ada, untuk meraihnya dan memenangkannya tetapi gugatan itu di PN menghadapi kabut yang tidak mudah untuk memperjuangkannya. Yang kesemuanya bermula dari ketidakjelasan tentang hak-hak menggugat yang telah diatur dalam UUPT hulu permasalahannya. Sudah waktunya masalah ketidakjelasan masalah ini lebih jelas dengan mengaturnya lebih rinci dan detail demi kepastian dan hukum untuk lebih melindungi pemegang saham.
0 Response to "Sengketa Pemegang Saham "
Posting Komentar